Sabtu, April 05, 2008

Steve Jobs : Apple & Kreativitas dari Lorong Getir

Anda tahu siapa pendiri Apple Inc. yang menghasilkan produk-produk digital canggih ? Dia bernama Steve Jobs. Saya juga baru tahu kemarin 4 April 2008 dari Koran Tempo. Di saat saya sedang mengidam-idamkan ingin memiliki laptop Apple, ternyata Koran Tempo edisi 4 April 2008 menghadirkan profil pendiri Apple Inc., juga mengulas produk laptop terbarunya yaitu Macbook Air. Tapi sayang harganya mahal sekali yaitu US$ 3.226. Berapa lama saya harus menabung untuk mendapatkannya?.

Saya terharu dan terkejut ketika membaca profil nya dia, karena ternyata cerita hidupnya sangat getir bahkan sampai di drop out dari Universitas. Oleh karena itu saya ingin berbagi cerita dengan anda, dengan menuliskan kembali apa yang saya baca dari Koran Tempo tersebut, mungkin saja anda juga baru tahu seperti saya.

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Energi yang dahsyat itu bernama hidup yang getir. Itulah yang dialami Steve Jobs, Chief Executive Officer dan pendiri Apple inc., yang membuat produk spektakuler, seperti computer Apple yang stylish bentuknya dan iPod yang terjual ratusan juta unit, telepon seluler pintar iPhone, dan laptop supertipis Macbook Air. Ia sudah menjadi miliuner di usia belia. Pada usia 25 tahun, ia sudah punya kekayaan US$ 200 juta dan menjadi orang termuda yang menjadi sampul majalah Time saat itu.

Ini semua bersumber dari energi yang memancar dari hidupnya yang getir dan rasa sakit hatinya karena harus drop out dari universitas yang dia idamkan, Stanford University.

Jobs mulanya adalah anak lelaki malang. Ia terlahir dari ibu yang hamil karena “kecelakaan”. Ibunya yang miskin kemudian berupaya mencarikan orang tua angkat yang cukup kaya agar dia bisa kuliah. Malang, orang tua angkatnya itu hidup pas- pasan (ayah yang tidak tamat SMA).

Ia sempat diterima di Stanford University, tapi kemudian putus karena tidak mampu membayar uang kuliah. Ia harus tidur menumpang di kamar kos temannya. Hidup Jobs juga bergantung pada uang hasil mengumpulkan botol Coca-Cola. Ia akhirnya terpaksa kuliah kaligrafi, mempelajari cara membikin huruf San Serif, Times, Roman dan sebagainya. Saat itu, kaligrafi tak terlihat manfaatnya. Tapi 10 tahun kemudian, ia dapat mendesain komputer Macintosh dengan huruf yang cantik. Windows pun akhirnya menjiplak Mac.

Seandainya tidak DO dan tidak mengambil kelas kaligrafi, ia mungkin tak akan bisa menghasilkan produk secantik itu. “Saya bersyukur bisa drop out,” kata Jobs, seperti dikutip Stanford News Services.

Hidup getir telah membuat energi kreatifnya meluap-luap. Jobs mengaku api kreatifitasnya makin berpijar-pijar setelah dia ditendang dari perusahaan yang didirikannya sendiri bersama sahabatnya, Steve Wozniak, di garasi rumahnya, Apple Inc. Ia kemudian mendirikan perusahaan animasi Pixar, yang melahirkan film Finding Nemo dan Incredible, sebelum akhirnya direkrut kembali masuk Apple Inc.

Rasa perih dan hidup nestapa membuat kreatifitas Jobs melahirkan produk-produk spektakuler yang mengubah gaya hidup dunia. Lihat fenomena iPod yang terjual ratusan juta unit dan toko musik online iTunes.com. iTunes merupakan toko musik pertama dan kini dinobatkan majalah Fortune sebagai penjual terbesar kedua setelah toko grosir Walmart. Fortune bulan lalu juga menobatkan Jobs sebagai CEO nomor 1 dari 500 perusahaan Top dunia.

Tengoklah Macbook Air, laptop supertipis yang bulan ini mulai diluncurkan di Indonesia. Pesonanya bisa mengalahkan laptop tipis keluaran Toshiba, seperti Portage R500 atau Fujitsu. Tengok pula komputer iMac, komputer tanpa kotak komputer lazimnya. Yang ada hanya layar monitor, keyboard dan mouse. Inilah yang bakal menjadi demam baru di negeri ini. Begitulah hidup getir Jobs. Nasihatnya agar tetap kreatif adalah “ Stay hungry. Stay foolish”.

-----------------------------------------------------------------------------------------------

Semoga dapat menjadi salah satu sumber inspirasi hidup anda.

Tidak ada komentar:

Ayo Peka! Stop Pembalut Sekali Pakai

  “Saya paling tak suka kalau pegiat lingkungan berteriak betapa sulitnya mengelola sampah pembalut tapi dia sendiri tetap memakainya!“ *** ...